Rabu, 12 Desember 2012

Seni Ukir Peninggalan Kerajaan Hindu

Prasasti Talang Tuo (684 m)

Tempat Penemuan: Daerah Palembang
Isi Prasasti: Tentang kerajaan Sriwijaya

Prasasti  Pasir Awi

Tempat Penemuan: Daerah Bogor Jawa Barat
Isi Prasasti: Tentang kerajaan Tarumanegara
Arca Harihara, dewa gabungan Siwa dan Wisnu sebagai penggambaran Kertarajasa.
Berlokasi semula di Candi Simping - Blitar.
Koleksi Museum Nasional Republik Indonesia.
Arca Harihara, dewa gabungan Siwa dan Wisnu sebagai penggambaran Kertarajasa.
Berlokasi semula di Candi Simping - Blitar.
Koleksi Museum Nasional Republik Indonesia.
Prasasti Batu Tulis peninggalan Kerajaan Hindu Pajajaran, ditulis saat pemerintahan Prabu Surawisesa untuk memperingati wafatnya Prabu Jaya Dewata Sang Silih Wangi.

Prasasti Muara Kaman

Tempat Penemuan: Tepi Sungai MahakamKalimantan timur
Isi Prasasti: Tentang kerajaan kutai
Didirikan kira kira tahun 400 m

Mandala Amoghapāśa dari masa Singhasari (abad ke-XIII), perunggu, 22.5 x 14 cm.
Koleksi Museum für Indische Kunst, Berlin-Dahlem, Jerman.

Sejarah Agama Hindu


 Oleh : Ida Zubaedah

Masa Weda ( 1500 S.M – 300 S.M )

Para Aryan yang masuk ke India membawa Agama yang memuja serta mengambil hati para dewa yang melambangkan kekuatan alam. Di bawah pengaruh mentalitas religious lokal, sistem pemujaan kaum Arya  berkebang menjadi dua aliran yang berbeda, yakni : yang ritualistik dan yang filosofis. Di satu pihak, pemujaan terhadap alam memberikan tempat bagi perkembangan ritual canggih yang berpusat pada berbagai macam upacara kurban ( yajña ) dan hanya boleh dilakukan oleh pendeta-pendeta propesional. Dipihak lain, sebagai reaksi terhadap tradisi ritualistic, aliran filosofis mencoba untuk menemukan kehadiran roh atau kesadaran ( Spirit ) yang meliputi semua dibalik pluralitas para dewa. Manifestasi roh tersebut harus dicari di dalam kehidupan batin kesadaran manusia dan bukan di dalam upacara ritual. Contoh untuk pemujaan alam dapat dilihat dengan Rig-Weda, 113 : “ The Succession of nigt an day “; untuk ritual kematian, lihat Athar-weda XVIII, 2 ; dan untuk pertanyaan filosofis tentang “ asal-usul alam semesta “, lihat Rig-Weda X, 129. [1]
Dua dewa utama dalam Rig-Weda adalah Indra dan Agni, ini akan membantu kita memberikan kunci untuk memahami Rig-Weda. Dewa Indra, dalam aspek kosmisnya pembebasan dari air bah, dalam aspek duniawinya, ia adalah pahlawan yang memimpin kaum Aryan berkulit kuning langsat dalam mengalahkan kaum non-Aryan (dasas/dasyus) yang berkulit gelap.[2]
Agama Rig-Weda terdidi atas emujaan (pemberian sesajen) pada berbagai dewa, yang sering kali dituangkan dalam api untuk di bawa kea lam dewa diwilayah surgawi. Peran ritual dalam agama Weda tidak dapat diremehka karena diperkirakan bahwa hidupnya kembali teks-teks Weda mungkin disebabkan oleh penggunaannya dalam ritual.[3]

Masa Reaksi/Klasik ( 300 S.M – 1000 S.M )

Spekulasi canggih serta mistisisme intelektual ternyata tidak dapat memuaskan aspirasi religious manusia biasa. Reaksi ini diikuti oleh spekulasi-spekulasi sekelompok kecil arif-bijaksana yang memisahkan diri dengan berikut :
a.     Penekanan pada moralitas, pengendalian diri dan kerja yang baik.
b.     Interpretasi yang rasional terhadap masalah kehidupa mausia.
c.      Penolakan terhadap ritualisme serte menghormati kehidupan dunia hewan.
d.     Kepercayaan terhadap Tuhan personal, kepada siapa manusia dapat memuja dan mempersembahkan devosinya.[4]
Jika para petapa dan arif-bijaksana membimbing beberapa murid terpilih dalam menjalankan mistisisme metefisika, maka kasta Brahmana mengembangkan teks-teks ritual rumit yang dikenal sebagai Sutra. Reaksi populer tercermin dalam gerakan-gerakan seperti : budhiesme, Jainisme, Shaivisme, dan Vaishnavisme.
Ø  Budhisme dan Jainisme
Bersama-sama dengan kaum Materialis (Carvaka), ketiga aliran ini disebut nastika, artinya tidak menerima otoritas Weda. Mereka juga dimasukkan ke dalam golongan “heterodoks” (tidak ortodoks). Keduanya mengajarkan doktrin etika yang menekankan kesucian kehidupan hewani, sehingga berada di luar jangkauan Hinduisme kolot, karena penolakan mereka terhadap weda sebagai kitab suci. Kita akan membahas kedua aliran ini di bagian belakang buku ini.
Ø  Shaivisme dan Vaishnavisme
Kedua aliran ini merupakan gerakan teistik yang sulit dilacak asal-usulnya dan memaikan peranan sebagai penting dalam perkembangan Hinduisme berikutnya. Shaivisme atau agama shiva tampaknya dimulai sejak abad ke 6-S.M. dengan menyembah dewa Rudra dalam kitab Weda. Namun segera dewa Rudra digantikan oleh Shiva yang merupakan dewa kaun non-Aryan. Shiva dapat masuk ke dalam tubuh yang sudah mati serta dapat muncul dalam wujud yang diajarkan dalm bhagavata dikatakan telah diwahyukan oleh Vasudva-Krisha. Ajaran ini disebut ‘Agama devosi tunggal’(Akantika-Dharma).
Dalam empos Mahabharata kita diberitahukan bahwa dokrin Bahakti ini diberikan kepada Arjuna pada awal peperangan besar Kurukshetra. Hal ini terkait dengan Bhagavad-Gita yang di tulis sekitar abad ke-4 atau ke-3.S.M. Ajaran Gita tertulis secara terpisah sebagai bab tersendiri. Kemudian Vasudeva-Krishna diidentifikasikan sebagai dewa Wishnu dan seluruh gerakan berkembang menjadi agama wishnu(Vaishnavisme). Mahabrata dan Ramayana kemudian menjadi saran pemikiran religious serta devosi  bagi masyarakat umum.
Dalam Mahabrata,terdapat gambaran perkembangan agama Shiwa dan agama Wishnu yang mengkristal dalam serita epos. Rama sebagai tokoh utama dalam epos Ramayana dibuat jelmaan(avatara) dari dewa Whisnu dan teks Ramayana menjadi teks suci kaum Vaishnavisme. Ada enam system (Shad-Darshana), yakni Nyaya, Vaisheshika, Samkhya, Yoga, Purva-Mimasa dan Vedanta.

Masa pertengahan ( 1000 M – 1800M )

                Ciri utama masa ini menunjukan fakta bahwa Islam memberikan sebuah konteks mendasar bagi perkembangan Hinduisme sebagai teks. Pendukug Alberuni, Mahmud Ghazni memimpin tujuh belas serangan dan mematahkan perlawanan orang-orang Hindu. Pada tahun 1192, penguasa utam Rajput di Utara dikalahkan dan dibunuh oleh Muhammad Ghuri, dan pada tahun 1200, dinasti budak (Slave Dynasty) telah mendirikan aturan muslim di India Utara dan beerakhir sampai 1858.
            Hinduisme berkembang dengan baik, sampai kedatangan Islam, dalam mengakomodsikan, dan menyerap semua tantangan dalam bentuk agresi dari luar dan perpecahan dari dalam. Kemudian munculah tokoh-tokoh yang berusaha untuk menjembatani jurang pemisah antara keduanya. Sebagai contoh adalah Kabir (abad ke-15), Guru Nanak (1469-1538), Dadu (1544-1603).[5]
Pada masa ini dua gerakan politik berbasis Hindu yang cukup berhasil adalah kerajaan Vijayanegara di selatan dan kerajaan Marathas di bagian barat India (terlepas dari kaum Sikh di Punjab). Dimasa kerajaan Vijayanagara, terjadi kebangkitan kembali atas Weda dan komentar Hindu atas Weda yang di tulis oleh Sayana. Kemudian juga Shivaji (1627-1680) dinobatkan sebagai tokoh ahli dibidang ritual Weda dan menyatakan dirinya sebagai pelindung Weda. Puisi-puisi devosional saat itu berpusat pada Rama dan Krishna, yang merupakan inkarnasi Wishnu. [6]
Pengaruh islam dapat dilihat dari gerakan religious di India Utara dengan ciri monoteisme ketat, tanpa menghiraukan perbedaan kasta dan menolak pemujaan terhadap imaji (patung, gambar dsb), sebagai contoh adalah Kabir (abad ke-15) yang mengajarkan sebuah agama yang universal berdasarkan pada realisasi prsonal akan Tuhan yang tinggal di hati manusia. Kemudian guru Nanak (1469-1538) mendirikan agama Sikh (1469-1538) yang berusaha untuk menyelaraskan Islam dan Hinduiesme.[7]
     
   Masa modern ( 1800 M – 1947 M )


Pengaruh kebudayaan barat memberikan dampak menentukan bagi Hinduisme. Rasionalisme dan Postivisme cukup memikat pikiran orang-orang terpelajar sangat dipengaruhi oleh ide-ide baru yang datang dari barat. Berbagai reformasi dimulai,dimana Brahmo-Samaj,Arya-Samaj dan Ramak rishna Mission merupkan gerakan yang paling penting. Secara umum dapat dikatakan bahwa hubungan dengan barat telah membuat penganut Hinduisme lebih sadar akan keniscayan untuk menjaga nilai-nilai tradisional Hinduisme.
Masuknya penguasa Inggris mengurangi kekuatan Islam, namun Hinduisme harus menghadapi sebuah kekuatan baru, yakni agama Kristen. Pada saat yang sama, Hinduisme dihadapkan dengan sebuh ancaman baru, yakni: sains, sekularisme, dan humanism. Dampak bagi pengikut Hinduisme tampak dari pernyataan seorang tokoh nasionalis seperti Swami Vivekananda bahwa Max Muller yang mengedit Rig-Weda di masa moder mungkin adalah reinkarnasi dari Sayana di masa kerajaan Vijayanagar.
Walaupun sejumlah unsur yang harus dipertimbangkan untuk menjelaskan kebangkitan Hinduismesetelah tahun 1800, namun dari sisi Hinduisme sebagai suatu system religious, orang harus mengenali peranan Weda dalam proses tersebut. Tokoh reformasi Hindu pertama adalah Raja Rammohun Royberusaha untuk membenarkan monoisme yag berbasis Vedanta. Sekitar 1830, dia mendirikan gerakan brahmo Samaj di wilayah Bengal untuk melanjutkan perjuangannya. Kemudian di akhir abad ke-19, Swami Dayananda Saraswati mendirikan erakan Arya Samaj di Bombay, memperkuat keabsolutan yang telah dicetuskan oleh gerakan Brahmo Samaj.
Menjelang akhir abad  ke-19 dan awal abad ke-20, perkembangan Hinduisme mengalami sebuah proses pembalikan. Di masa modern, walaupun Hinduisme sekali lagi mendapatkan tekanan dari sumber kristiani yang rasional,modernis dan reformasi. Hiduisme sekarang meninggikan pengalaman religious dan tidak lagi terikat pada otoritas.
Hampir semua tokoh-tokoh religious India di masa modern ini seperti B.G. Tilak (1856-1920),R. Tagor (1861-1941), sri Aurobindo (1872-1950), an Mahatma Gandhi(1869-1948)..semua mengambil inspirasi dari Weda, walaupun bukandari otoritas Weda, dan bahkan Sri Ramana Maharshi (1879-1950) mewajibkan pembacaan Weda secara teratur di ashram Tiruvannamalai.

 



[1] Jusuit Scholaras, Religius Hinduism, hlm. 24-25
[2] Bdk. Masih, Yakub. The Hindu Relegion Thought, hlm. 24
[3] Sharm, Arvind. “Hinduism” dlm Our Relegion, hlm. 37
[4] Jesuit Scholars, Relegion Hinduism, hlm. 26
[5] Sharma, Arvind. “Hinduism” dalam Or Relegion, hlm. 39.
[6] Sharma, Arvind. Or Relegion, hlm. 41
[7] Jesuit Scholas, relegon Hinduism, hlm. 28.