Oleh : Ida Zubaedah
Masa Weda ( 1500 S.M – 300 S.M )
Masa Weda ( 1500 S.M – 300 S.M )
Para
Aryan yang masuk ke India membawa Agama yang memuja serta mengambil hati para
dewa yang melambangkan kekuatan alam. Di bawah pengaruh mentalitas religious
lokal, sistem pemujaan kaum Arya
berkebang menjadi dua aliran yang berbeda, yakni : yang ritualistik dan
yang filosofis. Di satu pihak, pemujaan terhadap alam memberikan tempat bagi
perkembangan ritual canggih yang berpusat pada berbagai macam upacara kurban ( yajña
) dan hanya boleh dilakukan oleh pendeta-pendeta propesional. Dipihak lain,
sebagai reaksi terhadap tradisi ritualistic, aliran filosofis mencoba untuk
menemukan kehadiran roh atau kesadaran ( Spirit ) yang meliputi semua
dibalik pluralitas para dewa. Manifestasi roh tersebut harus dicari di dalam
kehidupan batin kesadaran manusia dan bukan di dalam upacara ritual. Contoh
untuk pemujaan alam dapat dilihat dengan Rig-Weda, 113 : “ The Succession of
nigt an day “; untuk ritual kematian, lihat Athar-weda XVIII, 2 ; dan untuk
pertanyaan filosofis tentang “ asal-usul alam semesta “, lihat Rig-Weda X, 129.
[1]
Dua
dewa utama dalam Rig-Weda adalah Indra dan Agni, ini akan membantu kita
memberikan kunci untuk memahami Rig-Weda. Dewa Indra, dalam aspek kosmisnya
pembebasan dari air bah, dalam aspek duniawinya, ia adalah pahlawan yang
memimpin kaum Aryan berkulit kuning langsat dalam mengalahkan kaum non-Aryan
(dasas/dasyus) yang berkulit gelap.[2]
Agama
Rig-Weda terdidi atas emujaan (pemberian sesajen) pada berbagai dewa, yang
sering kali dituangkan dalam api untuk di bawa kea lam dewa diwilayah surgawi.
Peran ritual dalam agama Weda tidak dapat diremehka karena diperkirakan bahwa
hidupnya kembali teks-teks Weda mungkin disebabkan oleh penggunaannya dalam
ritual.[3]
Masa Reaksi/Klasik ( 300 S.M – 1000 S.M )
Spekulasi
canggih serta mistisisme intelektual ternyata tidak dapat memuaskan aspirasi
religious manusia biasa. Reaksi ini diikuti oleh spekulasi-spekulasi sekelompok
kecil arif-bijaksana yang memisahkan diri dengan berikut :
a.
Penekanan pada
moralitas, pengendalian diri dan kerja yang baik.
b.
Interpretasi yang
rasional terhadap masalah kehidupa mausia.
c.
Penolakan terhadap
ritualisme serte menghormati kehidupan dunia hewan.
d.
Kepercayaan
terhadap Tuhan personal, kepada siapa manusia dapat memuja dan mempersembahkan
devosinya.[4]
Jika para petapa dan arif-bijaksana membimbing beberapa
murid terpilih dalam menjalankan mistisisme metefisika, maka kasta Brahmana
mengembangkan teks-teks ritual rumit yang dikenal sebagai Sutra. Reaksi populer
tercermin dalam gerakan-gerakan seperti : budhiesme, Jainisme, Shaivisme, dan Vaishnavisme.
Ø Budhisme
dan Jainisme
Bersama-sama
dengan kaum Materialis (Carvaka), ketiga aliran ini disebut nastika, artinya
tidak menerima otoritas Weda. Mereka juga dimasukkan ke dalam golongan
“heterodoks” (tidak ortodoks). Keduanya mengajarkan doktrin etika yang
menekankan kesucian kehidupan hewani, sehingga berada di luar jangkauan
Hinduisme kolot, karena penolakan mereka terhadap weda sebagai kitab suci. Kita
akan membahas kedua aliran ini di bagian belakang buku ini.
Ø Shaivisme
dan Vaishnavisme
Kedua
aliran ini merupakan gerakan teistik yang sulit dilacak asal-usulnya dan
memaikan peranan sebagai penting dalam perkembangan Hinduisme berikutnya.
Shaivisme atau agama shiva tampaknya dimulai sejak abad ke 6-S.M. dengan
menyembah dewa Rudra dalam kitab Weda. Namun segera dewa Rudra digantikan oleh
Shiva yang merupakan dewa kaun non-Aryan. Shiva dapat masuk ke dalam tubuh yang
sudah mati serta dapat muncul dalam wujud yang diajarkan dalm bhagavata
dikatakan telah diwahyukan oleh Vasudva-Krisha. Ajaran ini disebut ‘Agama
devosi tunggal’(Akantika-Dharma).
Dalam
empos Mahabharata kita diberitahukan bahwa dokrin Bahakti ini diberikan kepada
Arjuna pada awal peperangan besar Kurukshetra. Hal ini terkait dengan
Bhagavad-Gita yang di tulis sekitar abad ke-4 atau ke-3.S.M. Ajaran Gita
tertulis secara terpisah sebagai bab tersendiri. Kemudian Vasudeva-Krishna
diidentifikasikan sebagai dewa Wishnu dan seluruh gerakan berkembang menjadi
agama wishnu(Vaishnavisme). Mahabrata dan Ramayana kemudian menjadi saran pemikiran
religious serta devosi bagi masyarakat
umum.
Dalam
Mahabrata,terdapat gambaran perkembangan agama Shiwa dan agama Wishnu yang
mengkristal dalam serita epos. Rama sebagai tokoh utama dalam epos Ramayana
dibuat jelmaan(avatara) dari dewa Whisnu dan teks Ramayana menjadi teks suci
kaum Vaishnavisme. Ada enam system (Shad-Darshana), yakni Nyaya, Vaisheshika,
Samkhya, Yoga, Purva-Mimasa dan Vedanta.
Masa pertengahan ( 1000 M – 1800M )
Ciri utama masa ini
menunjukan fakta bahwa Islam memberikan sebuah konteks mendasar bagi
perkembangan Hinduisme sebagai teks. Pendukug Alberuni, Mahmud Ghazni memimpin tujuh
belas serangan dan mematahkan perlawanan orang-orang Hindu. Pada tahun 1192,
penguasa utam Rajput di Utara dikalahkan dan dibunuh oleh Muhammad Ghuri, dan
pada tahun 1200, dinasti budak (Slave Dynasty) telah mendirikan aturan muslim
di India Utara dan beerakhir sampai 1858.
Hinduisme berkembang dengan baik,
sampai kedatangan Islam, dalam mengakomodsikan, dan menyerap semua tantangan
dalam bentuk agresi dari luar dan perpecahan dari dalam. Kemudian munculah
tokoh-tokoh yang berusaha untuk menjembatani jurang pemisah antara keduanya.
Sebagai contoh adalah Kabir (abad ke-15), Guru Nanak (1469-1538), Dadu
(1544-1603).[5]
Pada
masa ini dua gerakan politik berbasis Hindu yang cukup berhasil adalah kerajaan
Vijayanegara di selatan dan kerajaan Marathas di bagian barat India (terlepas
dari kaum Sikh di Punjab). Dimasa kerajaan Vijayanagara, terjadi kebangkitan
kembali atas Weda dan komentar Hindu atas Weda yang di tulis oleh Sayana.
Kemudian juga Shivaji (1627-1680) dinobatkan sebagai tokoh ahli dibidang ritual
Weda dan menyatakan dirinya sebagai pelindung Weda. Puisi-puisi devosional saat
itu berpusat pada Rama dan Krishna, yang merupakan inkarnasi Wishnu. [6]
Pengaruh
islam dapat dilihat dari gerakan religious di India Utara dengan ciri
monoteisme ketat, tanpa menghiraukan perbedaan kasta dan menolak pemujaan
terhadap imaji (patung, gambar dsb), sebagai contoh adalah Kabir (abad ke-15)
yang mengajarkan sebuah agama yang universal berdasarkan pada realisasi prsonal
akan Tuhan yang tinggal di hati manusia. Kemudian guru Nanak (1469-1538)
mendirikan agama Sikh (1469-1538) yang berusaha untuk menyelaraskan Islam dan
Hinduiesme.[7]
Masa modern ( 1800 M –
1947 M )
Pengaruh
kebudayaan barat memberikan dampak menentukan bagi Hinduisme. Rasionalisme dan
Postivisme cukup memikat pikiran orang-orang terpelajar sangat dipengaruhi oleh
ide-ide baru yang datang dari barat. Berbagai reformasi dimulai,dimana
Brahmo-Samaj,Arya-Samaj dan Ramak rishna Mission merupkan gerakan yang paling
penting. Secara umum dapat dikatakan bahwa hubungan dengan barat telah membuat
penganut Hinduisme lebih sadar akan keniscayan untuk menjaga nilai-nilai
tradisional Hinduisme.
Masuknya
penguasa Inggris mengurangi kekuatan Islam, namun Hinduisme harus menghadapi
sebuah kekuatan baru, yakni agama Kristen. Pada saat yang sama, Hinduisme
dihadapkan dengan sebuh ancaman baru, yakni: sains, sekularisme, dan humanism.
Dampak bagi pengikut Hinduisme tampak dari pernyataan seorang tokoh nasionalis
seperti Swami Vivekananda bahwa Max Muller yang mengedit Rig-Weda di masa moder
mungkin adalah reinkarnasi dari Sayana di masa kerajaan Vijayanagar.
Walaupun
sejumlah unsur yang harus dipertimbangkan untuk menjelaskan kebangkitan
Hinduismesetelah tahun 1800, namun dari sisi Hinduisme sebagai suatu system
religious, orang harus mengenali peranan Weda dalam proses tersebut. Tokoh
reformasi Hindu pertama adalah Raja Rammohun Royberusaha untuk membenarkan
monoisme yag berbasis Vedanta. Sekitar 1830, dia mendirikan gerakan brahmo
Samaj di wilayah Bengal untuk melanjutkan perjuangannya. Kemudian di akhir abad
ke-19, Swami Dayananda Saraswati mendirikan erakan Arya Samaj di Bombay,
memperkuat keabsolutan yang telah dicetuskan oleh gerakan Brahmo Samaj.
Menjelang
akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20,
perkembangan Hinduisme mengalami sebuah proses pembalikan. Di masa modern,
walaupun Hinduisme sekali lagi mendapatkan tekanan dari sumber kristiani yang
rasional,modernis dan reformasi. Hiduisme sekarang meninggikan pengalaman
religious dan tidak lagi terikat pada otoritas.
Hampir
semua tokoh-tokoh religious India di masa modern ini seperti B.G. Tilak
(1856-1920),R. Tagor (1861-1941), sri Aurobindo (1872-1950), an Mahatma
Gandhi(1869-1948)..semua mengambil inspirasi dari Weda, walaupun bukandari
otoritas Weda, dan bahkan Sri Ramana Maharshi (1879-1950) mewajibkan pembacaan
Weda secara teratur di ashram Tiruvannamalai.
[1]
Jusuit Scholaras, Religius Hinduism, hlm. 24-25
[2]
Bdk. Masih, Yakub. The Hindu Relegion Thought, hlm. 24
[3]
Sharm, Arvind. “Hinduism” dlm Our Relegion, hlm. 37
[4]
Jesuit Scholars, Relegion Hinduism, hlm. 26
[5]
Sharma, Arvind. “Hinduism” dalam Or Relegion, hlm. 39.
[6]
Sharma, Arvind. Or Relegion, hlm. 41
[7]
Jesuit Scholas, relegon Hinduism, hlm. 28.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar